Nucifera
Berbeda dengan postingan sebelum-sebelumnya. Kali ini lebih serius dan mungkin tidak menggelitik lagi,,



Apa hidup itu ?
Hidup tak ubahnya serangkaian proses dari awal hingga akhir, dari memulai dan menyelesaikan. Ketika memulai sesuatu hal, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menyelesaikannya. Dimana kita semua akan belajar dan akhirnya harus mengikuti “ujian”. Kita tidak bisa terhindar dari ujian. Jangan pernah meminta untuk terhindar dari ujian kepada Allah, tapi mintalah “luluskan” dari ujian tersebut. Dengan begitu kita akan merasakan indahnya perjuangan hidup lebih bermanfaat. Entah ketika memulai dalam keadaan mantap, setengah hati, atau hanya mengikuti arus. Setiap manusia selalu memiliki motif yang dia sadari maupun yang tak disadari. Begitulah..
.
Oke kita coba kembali lagi mengingat ke masa lalu...
Salah satunya, ketika keluar dari masa putih abu-abu beragam masalah mulai muncul. Salah satunya mau melanjutkan pendidikan atau mau kemana. Ketika mulai memutuskan untuk kuliah, disini ragam alasan pun juga muncul. Ada yang dia menyenangkan hati orang tua, ada yang memang sudah merencanakan untuk mencari kerja dan meraih cita, ada pula yang dia hanya ikut-ikutan saja yang penting tidak jadi orang yang luntang-luntung, dan lain-lain.
.
Namun, seluruh alasan itu berpengaruh besar, ketika masa perkuliahan yang telah kita mulai harus diselesaikan.
Gelar mahasiswa baru adalah usia belia saat orang memasuki dunia perguruan tinggi. Dimana kelabilan masih menjadi sifat pada beberapa mahasiswa. Kelabilan itu tidak salah, karena memang fluktuasi manusia itu kodrat. Namun konsekuensinya di akhir, kelak menentukan kelancaran sesuatu yang menjadi syarat para mahasiswa untuk digeser tali toganya dari kanan ke kiri. Berpikir dewasa untuk lebih awal menjadi modal utama untuk mengarungi lebih kurang selama 4 tahun.

Masa Skripsi.
Dari kota kharismatik merantau ke kota bunga untuk meniti sebuah masa depan. Pamit pada orang tua tercinta, meminta doa, agar di perantauan apa yang telah diamanahkan orang tua akan dicapai sesuai dengan apa yang direncanakan. Terpisah, lebih banyak berada di kota rantau, dengan kawan-kawan baru, lingkungan baru, serta kenyamanan baru dan terkadang kembali karena sakit, acara keluarga ataupun karena perayaan hari besar agama.
Sembilan semester kurang lebih menjalani masa perkuliahan dengan beragam teori, tugas, praktikum, dan berorganisasi. Bukan masalah sulit atau mudahnya untuk menyelesaiakan studi, tetapi kembali lagi ke niat. Bukan hal mustahil bila mindset dan idealisme seorang mahasiswa bisa berubah ditempa dengan berbagai problem ala mahasiswa. Perubahan itu bisa menuju ke arah pengerucutan tujuan hidup, ada yang malah semakin tidak tahu tujuan jelas hidupnya. Bahkan jika sudah melewati masa-masa 8 semester biasa akan mendapat gelar baru... heuheuheu

“Berubah adalah sebuah kepastian. Berubah menjadi lebih baik adalah keputusan”

Berubah dimulai dari sendiri dan menata niat untuk berubah juga merupakan satu kesatuan yang akan terintegrasi. Mengambil sebuah keputusan untuk menjadi pribadi yang lebih baik kadang mudah secara lisan dan bahkan mungkin menjadi sebuah angan. Karena keburukan yang kita miliki, Tuhan memberikan kesempatan untuk merubah buruk itu menjadi kebaikan. Karena manusia yang penuh dengan cita sehingga seorang hamba harus tetap berdoa.

Perubahan, selalu menuntut konsekuensi
Sebenarnya, setiap manusia bisa melakukan hal besar. Asalkan tujuannya jelas dan terarah. Tak terkecuali skripsi, tugas para mahasiswa tingkat akhir. Skripsi berada pada level atas perkuliahan. Mungkin tidak hanya skrispi yang menjadi sebuah tujuan akhir. Tapi semua pasti ada tujuan yang berselip niat baik seorang manusia.
Tujuan jelas dan terarah itu yang perlu diperdalam maknanya. Jika kita mulai merasa mudah jatuh dan sulit bangkit kembali ketika proses mencapai tujuan, itu tanda bahwa tujuan kita belum sepenuhnya mewakili apa yang kita butuhkan. Kita boleh-boleh saja meniatkan skripsi karena tuntutan dan rasa tanggung jawab kita kepada orang tua, tak mau bayar di semester berikutnya, bahkan karena ikut-ikutan saja. Namun satu yang perlu dipastikan ada nilai manfaat dalam meniatkan itu. Pastikan kebutuhan kita juga terdapat dalam niat tersebut.

Sebaik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Namun, itu bukan alasan untuk mengabaikan pentingnya mensyukuri nikmat Tuhan atas diri kita yang juga memiliki hak untuk bahagia. Untuk mereka yang bisa bahagia karena melihat senyum di wajah orang tua, saudara, sahabat itu bukan masalah. Ingat, kita hidup bukan hanya untuk orang lain, namun juga untuk diri kita sendiri. Kita menjadi baik, menjadi mulia, menjadi orang yang dibanggakan, mampu mencapai kualitas terbaik itu kita mulai dari diri sendiri.
Jadi, mendalami diri demi mendapatkan pondasi yang kuat untuk melejitkan potensi diri itu penting. Merenung dan mendekatkan diri pada Tuhan adalah salah satu cara untuk mendapat pemahaman mendalam yang baik. Tanda bahwa kita sudah mulai memahami kebutuhan diri adalah ketika kita melangkah dengan mantap dan memiliki keyakinan kuat akan apa yang ingin kita capai.
.
Tidak pernah ada kondisi ideal untuk memulai suatu langkah mantab dalam memulai kebaikan. Waktu terbaik adalah saat ini.

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS.Al-Isra:7)

Contoh yang baik adalah nasihat baik. Jika memang orang tua memiliki permintaan kepada sang anak, lalu sang anak tidak mengabulkan, tidak usah merasa bersalah, karena mungkin itu bagian kekurangan sang anak. Tetapi jika orang tua memberikan nasihat, tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya. Karena semua nasihat orang tua akan mengarah ke Surganya Allah. Kembali ke NIAT.
Baru punya niat baik saja akan sesuatu hal yang besar, maka Tuhan tidak akan diam untuk terus memberikan jalan-jalan kecil yang akan menjadi hadiah besar.
Skripsi hanya satu dari ribuan hal yang bisa kita ciptakan yang berasal dari niat kecil yang tumbuh menjadi sesuatu yang besar bahkan melebihi angan.
Jadi niatkan yang baik untuk melakukan perubahan dalam kebermanfaatan dengan pondasi niat yang tulus.

Sekian dulu
Makassar, 14 Desember 2018
-A.m-

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama